Hingga saat ini populasi kambingnya 732 ekor dengan 98 persen genetik sapera.
Memilih menjadi peternak kambing, Didi sempat mengalami masalah besar pada awalnya.
“Ada keterbatasan keilmuan, keterbatasan keterampilan, kami melakukan pembelajaran secara otodidak. Memang biaya pelatiannya dalam tanda kutip sangat mahal, karena kami harus kehilangan banyak ternak yang disebabkan ketidakngertian kami,” ujar Didi.
Dari 70 ekor dalam waktu satu bulan, ada 30 ekor kambing yang mati. Jika satu kambing 600, maka ia kehilangan aset hampir 18 juta.
Seiring berjalannya waktu, Didi mengatakan bahwa mereka sudah mempu meminimalkan kerugian-kerugiaan yang sebelumya terjadi.*** (Lilia Sari/Ringtimes Banyuwangi)