LENGKAP! 7 Puisi Tema Pahlawan dan Perjuangan Karya WS Rendra untuk Sambut HUT Kemerdekaan RI ke-77

23 Juli 2022, 14:56 WIB
LENGKAP! 7 Puisi Tema Pahlawan dan Perjuangan Karya WS Rendra untuk Sambut HUT Kemerdekaan RI ke-77 /Screenshoot Antaranews


INDOTRENDS.ID - Berikut ini adalah 7 kumpulan puisi karya W.S. Rendra tentang pahlawan dan perjuangan, yang cocok untuk menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-77 pada 17 Agustus 2022.

W.S. Rendra, atau Dr. Willibrordus Surendra Broto Rendra, S.S., M.A. adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia yang sejak muda sudah menulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa.

Ia pernah mengenyam pendidikan di Universitas Gajah Mada, dan dari perguruan tinggi itu pulalah dia menerima gelar Doktor Honoris Causa.

Pada tahun 1967, W.S. Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Dan melalui Bengkel Teater itu, Rendra melahirkan banyak seniman antara lain Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi, dan lain-lain. Ketika kelompok teaternya diminta bubar akibat tekanan politik, ia memindahkan Bengkel Teater di Depok pada Oktober 1985

Almarhum W.S. Rendra dikenal dengan sebutan Si Burung Merak. Julukan itu diberikan oleh sahabatnya dari Australia.

Sabahat Rendra memberi gelar 'Burung Merak' dikarenakan terpukau saat melihat kecantikan burung Merak di kebun Binatang Gembiraloka, Yogyakarta.

Saat itu, Rendra mengaku kepada sahabatnya bahwa Burung Merak itu adalah dirinya (W.S. Rendra) sehingga sang sahabar tadi memuji dan mengatakan bahwa itu cocok dengan Rendra.

Baca Juga: KUMPULAN 5 Puisi Karya Chairil Anwar Tema Perjuangan yang Cocok untuk Sambut HUT RI Ke-77 pada 17 Agustus 2022

Sejak saat itu Rendra dikenal dengan sebutan Si Burung Merak. Hingga media pun satu per satu mempopulerkan sebutan itu. Rendra sangat senang dijuluki seniman Si Burung Merak.

Ilustrasi, Kumpulan 7 Puisi tema perjuangan dan nasionalime karya WS Rendra untuk menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-77 Tangkapan layar Instagram/ @jiehanasyari

Berikut ini 7 puisi karya W.S Rendra bertema pehlawan atau perjuangan yang cocok dibacakan saat menyambuut HUT Kemerdekaan RI ke-77.

1. Lagu Seorang Geriliya
(Karya: W.S. Rendra)

Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu
Engkau menjadi suatu keindahan
Sementara dari jauh,
Resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu.
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu,
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata

Baca Juga: INILAH 60 Ide Lomba 17 Agustus yang Unik, Heboh, dan Anti Mainstream untuk Merayakan HUT Kemerdekaan RI

2. Dongeng Pahlawan
(Karya: W.S. Rendra)
Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kaum perempuan.
Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.
Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba pula.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
karna pahlawan telah berkunjung di tiap hati.

3. Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang
(Karya: W.S. Rendra)

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Baca Juga: Apa Arti Bestie Bahasa Gaul Sekarang? Terungkap Penyebab Istilah Ter-Bestie Booming di TikTok dan YouTube

4. Gerilya
(Oleh: W.S. Rendra)

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

Baca Juga: YGY Maksudnya Apa? Sering Muncul di Obrolan WhatsApp atau Video TikTok, Terkuak Artinya YGY Sesungguhnya

5. Lagu Serdadu
(Oleh: W.S. Rendra)

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah

6. Aku Tulis Pamplet Ini
(Oleh: W.S. Rendra)

Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an

Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca:
ternyata kita, toh, manusia!

7. Gugur
(Karya: W.S. Rendra)
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,
ia berkata:
”Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:
“Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
“Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
***

Editor: Arumi Razeta

Tags

Terkini

Terpopuler