Namun ketika melihat wujud asli malaikat, Nabi Muhammad SAW tidak sanggup melakukannya karena suatu hal.
"Qulii ajni'atin, makhluk bersayap, matsnaa, dua, wa tsulaatsa, tiga, wa rubaa', empat. Dari satu sayap ke sayap yang satu, bainal masyriqi wal maghrib, antara timur dan barat. Makanya Nabi (Muhammad) tidak pernah menengok Jibril dalam bentuk utuh di dunia," kata Ustadz Abdul Somad.
Karena begitu besarnya, sayap malaikat panjangnya bahkan seperti jarak dari timur ke barat.
Saat di dunia, malaikat tidak nampak dalam bentuk utuh atau aslinya. Barulah ketika Isra Mi'raj di Sidratil Muntaha, salah satu malaikat, yakni Jibril menampakkan wujud aslinya kepada Nabi Muhammad.
"Kapan baru nampaknya Jibril? Laqod ra-aahu nazlatan ukhraa, ‘inda shidiratil muntahaa, waktu Isra Mi'raj di Sidratil Muntaha," ujar Ustadz Abdul Somad, dikutip dari unggahan kanal YouTube CAHAYA ISLAM pada 7 Maret 2018.
"Kenapa waktu di dunia tak nampak dalam bentuk utuh? Andai Malaikat itu dalam bentuk utuh, bentuk fisik, semen, bertulang, berdaging, berkulit, tak muat dunia ini hanya untuk Jibril alaihi salam. Maka dilihatnya dalam bentuk, Allah menunjukkan dalam bentuk cahaya, karena cahaya tidak mengambil tempat. Cahaya, cahaya, cahaya. Sebesar apapun cahaya di ruangan ini tidak mengambil tempat," lanjutnya.
Oleh karena itu, besarnya wujud malaikat menjadi penyebab mengapa malam istimewa diturunkannya Al-Qur'an disebut Lailatul Qadar atau malam yang sempit.
Berdasarkan sebuah hadits, Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa hal tersebut dikarenakan di malam Lailatul Qadar turun para malaikat sehingga menyebabkan bumi menjadi 'sempit' lantaran wujud mereka sendiri yang begitu besar.