Network
Kami mengantri untuk bisa sungkeman pada ayah ibu. Kepada ayah ibu, aku ungkapkan rasa penyesalanku atas kesalahanku selama ini sambil meminta maaf kepada beliau.
Sungkeman dilanjutkan kakek dan nenek. Aku sungkem ke kakek dan nenek, keningku dicium beliau, kepalaku diusap-usap. Tak lupa aku ucapkan permintaan maaf kepada kakek dan nenek.
"Rajin belajar ya, dan jangan lupa sholat lima waktu serta mengaji," nasihat nenek. "Insya Allah Nenek," jawabku.
Selesai sungkeman, kakek mengeluarkan amplop kecil bertuliskan 'Selamat Idul Fitri 1443 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.' Amplop itu diberikan satu persatu pada cucu-cucunya.
"Ini buat jajan kamu ya, kalau bisa sebagian ditabung," pesan kakek. Ternyata isinya angpao alias uang Lebaran dari kakek. Hatiku senang, apalagi yang memberikan tidak hanya kakek dan nenek, juga ayah bunda, paman dan tante serta para kerabat di kampung halaman.
Aku berjanji mematuhi nasihat agar uang angpao Lebaran itu sebagian ditabung. Sebagian buat sedekah, baru sebagian lainnya buat jajan.
"Ayo, kita semua makan opor ayam masakan nenek. Kalian pasti kangen kan sedapnya opor ayam bikinan nenek?" kata kakek.
"Pasti kakek!" jawabku. Seluruh anggota keluarga mengambil piring dan sendok. Ketupat pun dibelah-belah di piring menjadi kotak-kota kecil. Lalu disiram kuah opor ayam yang bersantan dan aromanya sungguh sedap.
Aku mengambil bagian paha ayam dan langsung menyantapnya dengan terlebih dulu membaca bacaan basmalllah. "Hmm, memang betul apa yang dibilang kakek, opor ayam masakan nenek memang enak sekali," pikirku dalam hati, sembari terus menyantap opor ayam yang bertabur bawang goreng di permukaannya itu.
