Bukan KORUPTOR Tapi GARONG UANG RAKYAT !! Itu MALING Namanya, PERAMPOK Uang Negara. Itulah Contoh Ameliorasi

30 Agustus 2021, 10:58 WIB
KPK Ganti Diksi Koruptor dengan 'Penyintas Korupsi', Forum Pemred PRMN Akan Gunakan Istilah Maling, Garong dan Rampok /PRMN

INDOTRENDS.ID – Kita tidak sedang membahas soal pelajaran bahasa Indonesia. Tapi istilah ameliorasi dan peyorasi adalah sebuah majas yang memang dipelajari di mata pelajaran Bahasa Indonesia, saat kita SMA dulu.

Ameliorasi ialah pemaknaan suatu kata dengan kata baru dengan maksud untuk lebih merendahkan atau mempertegas kerendahan atau keburukan makna suatu kata.

Contohnya, dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan diganti dengan dijebloskan ke bui, tuna wisma diganti dengan gelandangan, diberhentikan diganti dengan dipecat atau ditendang.

Baca Juga: SINYAL Kuat Ketua KPK Firli Bahuri Soal Tersangka Baru Korupsi Dana Bansos Covid-19 Setelah Juliari Batubara

Sedangkan Peyorasi adalah sebaliknya, mengacu pada pemaknaan suatu kata dengan kata yang baru dengan maksud untuk memperhalus dan atau membuat suatu kata berkonotasi lebih sopan.

Misalnya kencing diganti dengan buang air kecil, pembantu diganti dengan asisten rumah tangga, penjara diganti dengan lembaga pemasyarakatan, koruptor (akan) diganti dengan penyintas korupsi. dan seterusnya.

Kita sudah hampir masuk ke inti permasalahan, yaitu contoh terakhir diatas.

Dahulu kala, kata korupsi dimaknai begitu dalam sebagai hal yang sangat buruk dan memalukan (bila ketahuan).

Pelaku korupsi atau koruptor akan menjadi bahan gunjingan dan olok-olok baik kepada pelaku, isteri, suami, anak-anak bahkan sanak saudara lain yang boleh jadi tidak berkaitan dengan pelaku. Dan itu bisa terjadi selama bertahun-tahun.

Diksi 'KORUPTOR' Diganti 'PENYINTAS KORUPSI', 170 Media PRMN Menolak, Ganti MALING, RAMPOK GARONG Uang Rakyat Forum Pimred PRMN

Pelaku korupsi, akan malu ketika diberitakan di radio, televisi, koran-koran dan sebagainya. Menutup wajahnya ditempat umum, mengasingkan diri, bahkan sampai stress dan gila menghadapi hukuman sosial yang diterimanya.

Belakangan ini berita kepala daerah atau pejabat korupsi mewarnai hari-hari pemberitaan hampir semua media masa baik media cetak, media televisi dan tentu saja media sosial.

Saking banyaknya kejadian dan pemberitaan sampai-sampai para konsumen berita cuek, malas baca beritanya dan apatis mendengar berita seperti itu, kecuali peristiwanya termasuk kategori extra ordinary corruptions atau mega skandal.

Baca Juga: KORUPTOR DIBINA - PEGAWAI DISINGKIRKAN Bambang WidjoJanto : Ini Bukan Salah Paham, Tapi Paham Yang Salah

Pelaku korupsi atau koruptor senyum-senyum didepan kamera, bahkan melambai-lambaikan tangan (entah kepada siapa) bak pahlawan atau merasa sedang shooting sinetron ikatan cinta.

Dengan berjalannya waktu nampaknya terjadi pendangkalan makna dan nilai rasa atas perbuatan korupsi beserta pelakunya.

Terlebih lagi konotasi korupsi nampaknya sengaja atau tidak telah ada upaya pelunakan makna yang dilakukan oleh kekuasaan melalui alat kerjanya.

Untuk memahami pergeseran rasa itu, mau tidak mau kita karus membuka kembali Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai rujukan pemaknaan kata.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan pers penahanan Bupati Bintan Apri Sujadi (kiri) dan Plt. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Kabupaten Bintan Saleh Umar (kanan) di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 12 Agustus 2021. KPK menahan Apri Sujadi yang telah ditetapkan sebagai tersangka untuk kepentingan penyidikan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan ANTARA

Dalam KBBI hasil pemutakhiran April 2021, ‘korupsi’ dijelaskan sebagai “penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.”

Sementara ‘koruptor’ dijelaskan sebagai “orang yang melakukan korupsi; orang yang menyelewengkan (menggelapkan) uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) tempat kerjanya.”

Sejak dari alam pikiran, ada semacam upaya mengistimewakan koruptor dengan pelaku pencurian lainnya. Hal itu bisa dirunut dari pemakaian ‘penyelewengan atau penyalahgunaan’ serta ‘menyelewengkan’ dalam penjelasan maknanya di kamus.

Baca Juga: Temuan Baru KPK: Korupsi Izin Ekspor Benih Lobster Dipakai Edhy Prabowo Buat Modifikasi Mobil Mewah

KBBI menjelaskan pula bahwa ‘menyeleweng’ adalah “menyimpang dari jalan yang benar (dalam arti kiasan seperti menyimpang dari tujuan atau maksud, tidak menurut perintah, menyalahi aturan, memberontak, berzina).”

Sederhananya, korupsi dimaknai sebagai perilaku menyimpang. Sehingga, maknanya jadi kurang lugas dan tercerabut dari inti perbuatannya yaitu mencuri.

Padahal, korupsi adalah kejahatan luar biasa dan memang seharusnya dipandang sangat tercela dengan alasan-alasan yang juga sudah kita ketahui bersama.

Saat rasa muak memuncak, kami membongkar struktur nilai rasa ‘korupsi’ dengan menyebut pelakunya sebagai ‘maling’, ‘rampok’, dan ‘garong’ uang rakyat karena memang begitulah perilaku mereka.

Tangkapan layar cuitan dr. Tirta soal vonis Juliari Batubara./ Twitter @tirta_hudhi

Koruptor sejatinya adalah maling.

Pada masa sekarang, ketiga kata itu (maling, rampok atau garong) jelas punya konotasi lebih buruk dibanding ’koruptor’, yang pada dasarnya kita hanya ingin megembalikan ke makna semula yang benar setepat-tepatnya.

Jauh ke depan, bisa jadi ketiga kata itu juga dilekatkan pada para pelaku pencurian sesuatu yang abstrak seperti ide, musik, film, dan bentuk-bentuk kekayaan intelektual lainnya.

Penyebutannya akan kami terapkan dalam berbagai pemberitaan dan semoga selalu demikian karena sebelumnya upaya itu pernah dilemahkan.

Pada 2018, saya pernah memakai penyebutan ‘garong’ untuk menggantikan ‘koruptor’ di artikel-artikel yang tayang di situs ini. Namun, hal itu hanya berlangsung dua hari.

Pemicu munculnya ‘garong’ kala itu adalah keresahan yang sudah mendidih menyimak komedi korupsi e-KTP dengan episode-episode terkonyolnya seputar tiang listrik dan bakpao. Penggunaan ‘garong’ muncul dari kami, sekelompok kecil jurnalis, tanpa restu siapa-siapa.

Pada suatu sore, saya mendapat instruksi agar menghentikan penyebutan itu. “Terlalu kasar. Koruptor juga punya kesempatan untuk bertaubat,” ujar si pemberi instruksi meenjelaskan alasannya, yang sepertinya dia juga mendapat instruksi untuk menyampaikan hal itu kepada saya.

Sampai hari ini, saya tidak pernah tahu siapa sosok di puncak piramida pemberi instruksi itu. Barangkali dia sosok berkuasa tak berwujud seperti Big Brother.

Dari diskusi singkat di aplikasi percakapan itulah, gairah menurunkan derajat rasa kata ‘koruptor’ kembali bergelora.

Tentu saja upaya kami membongkar konstruksi makna 'koruptor' akan sia-sia jika tidak diikuti tindakan lebih besar dari entitas yang lebih besar pula.

Kalau bicara siapa salah satu entitas terbesar dan berpenagruh saat ini? Dialah warganet, penghuni semesta internet yang dengan entakan jarinya di layar sentuh bisa membuat banyak perubahan.

Akan tetapi, ujungnya bukan di situ. Sia-sia pula semua jika ternyata praktik hukum yang ada masih memanjakan si garong uang rakyat. 

Warganet sebaiknya tidak ragu menggunakan ‘maling’, ‘rampok’ dan ‘garong’ untuk menggantikan ‘koruptor’. Tentu saja dengan tetap mematuhi rambu-rambu yang ada. Keraguan hanya akan membuat para garong uang rakyat dan kroninya nyaman.

“Maling mendapat keuntungan dari keraguan. Kebanyakan maling di negara ini memakai pistol mainan,” ujar Russell Pataki yang diperankan Vincent Gallo dalam film Palookaville.***

Artikel ini pernah tayang dan diolah ulang dari Pikiran Rakyat bertajuk :Melawan Ameliorasi Koruptor, Sebut Saja Maling atau Garong

Editor: Rahman Dhani

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler