SIAPA Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, di Film Dirty Vote? Singgung Pemakzulan Jokowi

13 Februari 2024, 08:59 WIB
Simak profil 3 ahli hukum dalam film dokumenter Dirty Vote: Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari /

INDOTRENDS.ID - Siapa Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, tiga pakar hukum di film dokumenter Dirty Vote?

Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari menjadi tiga sosok yang mendadak ikut ramai disorot karena heboh film Dirty Vote yang dinilai 'memanaskan' masa tenang Pemilu 2024. 

Bivitri Susanti misalnya, menyebut ada proses sahih untuk pemakzulan Presiden Jokowi. Penasaran siapa saja dan apa latar belakang akademik ketiga pakar hukum?

Film dokumenter yang membedah soal kecurangan-kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berjudul ‘Dirty Vote’ resmi tayang pada Minggu, 11 Februari 2024 melalui platform Youtube. Dokumenter tersebut memuat 3 pendapat ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsar.

Secara garis besar, film dokumenter tersebut membahas soal dugaan kecurangan dari lolosnya Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dinahkodai Prabowo Subianto.

Film yang disutradarai Dandhy Laksono tersebut mengungkap sejumlah fakta-fakta janggal majunya Gibran Rakabuming dalam kontestasi Pemilu 2024 beserta sejumlah kekuatan besar yang menjadi pendorongnya.

"Film ini adalah monumen, tagihan. Monumen yang akan kita ingat, bahwa kita punya peranan besar dalam melahirkan orang bernama Jokowi,” ujar Zainal Arifin Mochtar.

Nah, untuk menghindari kesalahan pikir Argumentum ad Verecundiam, maka alangkah baiknya untuk membahas mengenai profil ketiga pakar hukum tata negara tersebut.

Bivitri Susanti

Bivitri Susanti merupakan salah satu pakar hukum yang menjadi pelopor sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Dia juga sempat menyebut bahwa Presiden Jokowi memenuhi unsur dimakzulkan akibat cawe-cawe atau memihak dalam Pemilu 2024.

"Menurut saya, ini adalah alasan yang sahih untuk sebuah proses pemakzulan, karena ini merupakan perbuatan tercela," kata Bivitri Susanti pada Rabu, 24 Januari 2024.

Melansir jentera.ac.id, perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 itu mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada 1999. Bivitri Susanti juga mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama dengan rekan-rekannya. PSHK merupakan lembaga penelitian dan advokasi reformasi hukum yang dipicu oleh peristiwa Mei 1998.

Dia, kemudian, melanjutkan pendidikan di Universitas Warwick, Inggris pada 2002 dan meraih gelar Master of Laws. Setelah itu, dia langsung melanjutkan pendidikan hukum di University of Washington School of Law Amerika Serikat dan meraih gelar doktor bidang hukum.

Zainal Arifin Mochtar

Zainal Arifin Mochtar adalah Ketua Departemen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan sempat menjadi Direktur Pusat Kajian Anti-korupsi (Pukat) FH Gadjah Mada. Zainal Arifin Mochtar mendorong agar DPR membatasi kekuasaan Jokowi di akhir masa kepemimpinannya.

"Sebetulnya, jumlah kursi partai-partai koalisi 01 dan 03 sudah memadai untuk melakukan 'pemincangan', tapi langkah ini tergantung niat partai-partai itu," kata Zainal Arifin Mochtar pada Selasa, 6 Februari 2024.

Zainal Arifin Mochtar juga sempat menjadi pemandu debat Capres dan Cawapres pada 2014 yang lalu. Ia mendapatkan gelar sarjana hukum dari UGM. Kemudian dia melanjutkan pendidikan S2 dan meraih gelar Master of Law dari Northwestern University pada 2006. Zainal Arifin kemudian meraih gelar doktor ilmu hukum dari UGM pada 2012.

Feri Amsari

Feri Amsari adalah akademisi dan aktivis hukum sekaligus pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Dia juga menjadi pengamat hukum tata negara, peneliti senior, dan mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Pria kelahiran 2 Oktober 1980 itu sempat melayangkan kritik keras soal pelanggaran etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari usai divonis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dia mendorong agar Hasyim Asy’ari segera dipecat.

“Kalau DKPP kan penyelenggara yang dipermasalahkan, jadi harusnya Hasyim dipecat, dia sudah tiga kali kena sanksi berat peringatan terakhir,” kata Feri Amsari pada Selasa, 6 Februari 2024.

Feri Amsari meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Andalas pada 2004. Dia kemudian melanjutkan pendidikannya di Pascasarjana Universitas Andalas dan meraih gelar Magister Hukum pada 2008 yang lalu.

*** (Asahat Edi Rediko PS/Pikiran Rakyat)

Editor: Dian Toro

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler