Joe Biden Sering Kecewa pada Netanyahu, Terbongkar Betapa Lemahnya Militer Israel Tanpa Amerika, Jangan Sok!

16 April 2024, 10:59 WIB
Joe Biden sering kecewa pada kesalahan Benyamin Netanyahu, terungkap betapa lemahnya militer Israel tanpa dibekingi Amerika Serikat. /Hamdani/

INDOTRENDS.ID - Joe Biden sering kecewa pada kesalahan Benyamin Netanyahu, terungkap betapa lemahnya militer Israel tanpa dibekingi Amerika Serikat. 

Apalagi kekuatan militer Israel sudah habis-habisan terkuras untuk memerangi Hamas dan membumihanguskan Gaza, Palestina.

Kini Israel dibombardir Iran karena kesalahan fatalnya menyerang Konsul Jenderal Iran di Damaskus, Suriah.  

Seperti diketahui, berbagai aksi penyerangan hingga genosida yang selama ini dilakukan Israel penjajah di Timur Tengah tak lepas dari peran dan dukungan Amerika Serikat (AS). Mulai dari dana sampai senjata militer digelontorkan Negeri Paman Sam untuk sang 'sahabat'.

Warga Iran membakar bendera Israel selama rapat umum yang menandai Hari Quds dan pemakaman anggota Korps Pengawal Revolusi Islam yang tewas dalam serangan udara Israel yang dicurigai di kompleks kedutaan Iran di ibukota Suriah Damaskus, di Teheran, Iran, 5 April 2024.

Akan tetapi, aksi genosida di Gaza yang berlangsung sejak Oktober 2023 tampaknya sedikit menggoyahkan hubungan mereka. Sebab Presiden AS, Joe Biden beberapa kali memperingatkan Israel penjajah agar menjaga warga sipil dan memastikan mereka tetap aman selama proses 'pembantaian' terhadap Hamas.

Pasalnya, sudah lebih dari 33.000 warga Palestina tewas di Gaza. Namun, Israel penjajah di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu tampak tak mengindahkan peringatan itu dan terus melakukan aksi genosida terhadap warga Gaza yang tak berdaya.

 

Selama ini, kekuatan Israel penjajah tak didapatkan sendiri. Mereka mendapatkan bantuan dari negara-negara sekutunya, terutama AS yang paling banyak berkontribusi.

Lalu, apa yang akan terjadi jika suatu saat nanti AS tak lagi berpihak pada Israel penjajah. Apa yang akan terjadi pada Israel penjajah, jika bantuan dana dan senjata dari AS terhenti?

Presiden Joe Biden (Kiri) berhenti sejenak saat pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu (kanan) untuk membahas perang antara Israel dan Hamas, di Tel Aviv, Israel, Rabu 18 Oktober 2023. Foto: Reuters

Jumlah Bantuan AS untuk Israel

Israel penjajah merupakan penerima kumulatif terbesar bantuan AS. Total bantuan dari 1946 hingga 2023 mencapai 300 miliar dolar AS (Rp4.824 triliun).

 

Sebagian besar bantuan tersebut, sekitar 3,3 miliar dolar AS (Rp53 triliun) per tahun, disediakan sebagai hibah di bawah program Pembiayaan Militer Asing (FMF), yaitu dana yang harus digunakan Israel penjajah untuk membeli peralatan dan layanan militer AS.

Selain itu, 500 juta dolar AS (Rp8 triliun) per tahun dialokasikan untuk program pertahanan rudal Israel penjajah dan gabungan AS-Israel, dengan kedua negara berkolaborasi dalam penelitian, pengembangan, dan produksi sistem yang digunakan oleh Israel, termasuk Iron Dome, David's Sling, dan Arrow. II.

Iron Dome hanya dikembangkan oleh Israel penjajah. Namun Amerika Serikat telah menjadi mitra produksi sejak tahun 2014. Misalnya, kontraktor militer AS Raytheon memproduksi rudal pencegat Tamir untuk Iron Dome Israel di fasilitasnya di Arizona.

 

Sementara ketika genosida di Gaza berlangsung sejak 7 Oktober 2023, pemerintahan Joe Biden dilaporkan telah melakukan lebih dari seratus transfer bantuan militer ke Israel penjajah. Meskipun hanya dua, dengan total sekitar 250 juta dolar AS (Rp4 triliun), yang memenuhi ambang batas peninjauan kongres yang disebutkan di atas dan dipublikasikan.

Militer Israel penjajah dilaporkan telah menerima pengiriman senjata yang dipercepat dari persediaan strategis yang disimpan Amerika di Israel sejak tahun 1980an. Tak lama setelah serangan Hamas, AS juga setuju untuk menyewakan dua baterai pertahanan rudal Iron Dome kepada Israel yang sebelumnya dibeli Washington dari negara tersebut.

 

Aliran bantuan yang luar biasa itu mencakup amunisi tank dan artileri, bom, roket, dan senjata ringan. Pada April 2024, laporan berita mengatakan pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan penjualan militer baru ke Israel penjajah yang bernilai lebih dari 18 miliar dolar AS (Rp289 triliun) dan akan mencakup lima puluh pesawat tempur F-15.

Kekacauan Total

Ahli Militer, Rob Pinfold mengungkapkan apa yang akan terjadi jika AS berhenti mengirimkan bantuan ke Israel penjajah. Mantan peneliti di Universitas Ibrani Yerusalem itu mengatakan, Israel akan mengalami kekacauan.

 

"Saya pikir itu akan menjadi kekacauan bagi Israel pada dasarnya," ucapnya pada Maret 2015 silam.

"AS akan memiliki daya tarik yang jauh lebih sedikit atas Israel. Ini akan menjadi kerugian bagi AS, dan itu juga akan menjadi kerugian bagi (Timur Tengah). Untuk waktu yang lama AS telah mencoba menggunakan bantuannya secara politis untuk mengubah perilaku Israel," tutur Rob Pinfold menambahkan.

Dia menuturkan, setiap bantuan yang diberikan oleh AS akan berarti bahwa Israel penjajah jauh lebih mungkin mengambil langkah-langkah radikal yang tidak akan selalu mendapatkan dukungan dari masyarakat internasional. Hal itu pun dinilai berbahaya.

 

"Jika ada pemimpin Israel yang bersedia secara serius membahayakan hubungan mereka (dengan AS), (menyebabkan) terputusnya semua bantuan militer dan keuangan, saya pribadi tidak berpikir pemerintah akan mampu menahan tekanan di dalam Israel yang akan dihasilkan dari itu," ujar Rob Pinfold.

Dia juga mengungkapkan dampak ekonomi yang akan terjadi pada AS, jika memutuskan hubungan dengan Israel penjajah.

"Saya pikir AS akan bertahan. Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar Israel, bukan AS. Di Eropa, mereka akan memotong semua uang karena mereka lebih kritis terhadap Israel daripada AS, secara tradisional. Saya pikir krisis akan lebih di pihak Israel daripada di Eropa atau AS," kata Rob Pinfold.

 

Israel Tak akan Mampu Tanpa AS

Nonresident Senior Fellow di Scowcroft Middle East Security Initiative di Atlantic Council, Shalom Lipner mengungkapkan bahwa untuk mengejar tujuan perang yang dinyatakan, Israel penjajah akan sangat dibatasi jika bukan karena dukungan tegas dari AS.

Ketika pembantaian di Gaza berlanjut dan kesenjangan muncul antara posisi AS dan Israel penjajah, Israel memiliki alasan kuat untuk berinvestasi dalam menjaga aliansi utamanya tetap utuh.

 

"Untuk memastikan bahwa ikatannya dengan AS selamat dari genosida ini, Israel tidak hanya harus mengelola kampanye militer saat ini dengan bijaksana tetapi juga mengatasi masalah politik domestik dan menentukan sekali dan untuk semua bagaimana rencananya untuk menyelesaikan konfliknya dengan Palestina," ujar Shalom Lipner dalam tulisannya di Foreign Affairs, Desember 2023.

Dia menuturkan, Israel penjajah telah memperoleh banyak hal dari kemitraannya dengan AS. Abraham Accords memajukan integrasi formal Israel penjajah ke Timur Tengah, mengubah peta regional dengan cara yang meningkatkan keamanan negara itu.

 

Meski pertempuran di Gaza telah memperlambat laju normalisasi, Bahrain, Maroko, dan UEA semuanya mengindikasikan bahwa mereka tidak berniat untuk meninggalkan hubungan mereka dengan Israel penjajah. Putra Mahkota Mohammed bin Salman dari Arab Saudi, dalam pertemuan dengan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada 13 Desember 2023, menyatakan minatnya pada gagasan untuk akhirnya bergabung dengan barisan mereka.

Perlindungan material dan politik Amerika Serikat juga penting bagi kemampuan Israel untuk memulihkan pencegahannya yang hilang setelah bencana 7 Oktober 2023.

"Anda mungkin cukup kuat sendiri untuk membela diri, tetapi selama Amerika ada, Anda tidak akan pernah harus melakukannya," ucap Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dalam sebuah pesan kepada rakyat Israel penjajah pada 12 Oktober 2023.

 

"Keseimbangan yang tepat antara memvalidasi kemampuan independen Israel penjajah dan menegaskan kembali komitmen AS terhadap kesejahteraannya menggambarkan mengapa Israel penjajah tidak mampu kehilangan sahabatnya," kata Shalom Lipner.

Israel Membutuhkan AS

Pengusaha perangkat lunak, Yossie Hollander menyoroti bagaimana dukungan AS untuk Israel penjajah secara bertahap terkikis dalam menghadapi sikap negara penjajah itu, terutama dalam aksi genosida di Gaza, Palestina. Proses signifikansi eksistensial ini bahkan dinilai cukup bagi AS untuk menahan diri dari memveto resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengirim Israel dan ekonominya ke dalam spiral yang kacau, dan dapat mencapai puncaknya dalam beberapa bulan jika kepemimpinan Israel penjajah tidak sadar dan bertindak tegas.

Selama lebih dari 20 tahun, "perang lunak" telah dilancarkan terhadap Israel penjajah di seluruh dunia, dengan fokus pada Amerika Serikat. Perang ini memiliki beberapa sumbu: Iran, Qatar, dan gerakan progresif di Amerika Serikat.

Iran memiliki unit khusus, anggaran, dan strategi perang lunak melawan Barat pada umumnya, dan Israel penjajah pada khususnya. Qatar adalah penyandang dana utama antisemitisme dan anti-Israelisme di dunia dalam skala luar biasa miliaran dolar per tahun.

Kedua negara musuh ini mendukung proksi mereka di sekitar Israel penjajah, dengan amunisi dan uang. Namun, mereka telah melakukan sesuatu yang lain: mereka telah bergabung erat dengan elemen-elemen gerakan progresif Amerika, menciptakan ancaman konstan, dan langsung terhadap keberadaan Negara Israel penjajah.

Slogan-slogan di Amerika Serikat tidak menyerukan kembalinya wilayah "pendudukan", tetapi untuk mengakhiri keberadaan Israel penjajah.

"Latar belakangnya adalah proses internal Amerika yang tidak ada hubungannya dengan Israel. Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat telah berada di tengah-tengah perjuangan sosial dan politik internal; Apa yang disebut "progresif" di satu sisi, dan ditentang oleh demokrat tradisional, konservatif tradisional, dan populis di sisi lain. Aktor-aktor asing seperti Rusia, Cina, dan Qatar mengambil bagian rahasia tetapi penting dalam perjuangan internal untuk memajukan agenda mereka sendiri," tutur Yossie Hollander dalam tulisannya di The Jerusalem Post pada Februari 2024.

Pria yang menghabiskan 40 tahun membangun perusahaan teknologi di AS dan Israel penjajah itu juga menyoroti bagaimana banyak pihak di Negeri Paman Sam mulai berubah haluan. Mereka secara terang-terangan memberikan dukungan untuk Palestina.

Mulai dari mahasiswa dan akademisi, sistem pendidikan, media, tekonologi besar, hingga sistem politik AS perlahan menunjukkan dukungannya pada Palestina.

"Pemerintah Israel berturut-turut telah berada dalam kegelapan (mengandalkan konsep yang salah). Mempertahankan dukungan AS untuk Israel adalah tugas eksistensial dan membutuhkan pembentukan unit dan doktrin tempur untuk perang lunak," ujar Yossie Hollander.

"Anggaran yang dibutuhkan konyol, dengan harga setengah hari pertempuran per tahun, pertempuran ini bisa dimenangkan. Yang dibutuhkan adalah visi dan kepemimpinan," ucapnya menambahkan.***  (Pikiran Rakyat/ Eka Alisa Putri )

Editor: Dian Toro

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler