Kutipan Dissenting Opinion Hakim MK Arief Hidayat: Politik Dinasti Jokowi yang Dibungkus oleh Virus Nepotisme

- 23 April 2024, 10:25 WIB
Dissenting Opinion Arief Hidayat: Jokowi Memihak dan Partisan, Anak Buahnya Tak Netral
Dissenting Opinion Arief Hidayat: Jokowi Memihak dan Partisan, Anak Buahnya Tak Netral /

INDOTRENDS.ID - Kutipan dissenting opinion Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK Arief Hidayat: Politik Dinasti Jokowi yang Dibungkus oleh Virus Nepotisme

Hakim MK Arief Hidayat menilai Presiden Jokowi telah memihak dan partisan selama Pilpres 2024.

Sikap membela diri presiden yang merasa boleh berkampanye, dia nilai sebagai justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka.

Arief Hidayat jadi bagian dari 3 tiga hakim konstitusi menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin 22 April 2024. 

Dia memaparkan bahwa pemilu di Indonesia dilangsungkan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Era reformasi ditandai dengan jatuhnya rezim non-demokratis pada 1998.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) membacakan putusan saat sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. ANTARA FOTO
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) membacakan putusan saat sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. ANTARA FOTO ANTARA FOTO

Sejak saat itu, sudah enam pemilu dilaksanakan. Bahkan pemilu 2024, merupakan pemilu serentak yang cukup kompleks karena digelar pada hari yang sama.

Dari perjalanan enam kali pemilu tersebut, publik bisa mengukur kematangan demokrasi Indonesia. Sebab, pemilu yang adil acap kali dijadikan instrumen mengukur kadar demokrasi apakah semakin baik atau mengalami penurunan.

"Jangan-jangan demokrasi Indonesia saat ini mengarah pada defisit demokrasi yang mengkhawatirkan, karena tampak jelas adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat fundamental terhadap prinsip pemilu," tutur Arief Hidayat.

"Tidak boleh ada peluang sedikit pun bagi cabang kekuasan eksekutif tertentu untuk cawe-cawe dan memihak dalam proses pemilu 2024. Sebab dia dibatasi paham konstituliasme, moral, dan etika," ujarnya menambahkan.

Jokowi Memihak dan Partisan

Menurut Arief Hidayat, apa yang dilakukan Presiden Jokowi adalah bertindak partisan dan memihak calon tertentu yang mencederai sistem pemilu. Padahal, aturan itu termuat dalam berbagai instrumen hukum, termasuk dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945.

Dia juga mengatakan bahwa mencermati pemilu 2024 dengan pemilu-pemilu sebelumnya, terletak perbedaan pada adanya dugaan intervensi kuat cabang eksekutif yang jelas dan kuat mendukung calon tertentu dengan segenap infrastruktur politiknya.

Anggapan bahwa Presiden boleh berkampanye, merupakan justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka.

Memang, desain politik UU Pemilu yang membolehkan Presiden berkampanye memiliki cakupan ruang yang terbatas, yakni tatkala Presiden akan mencalonkan diri kembali dalam kontestasi pemilu untuk kedua kalinya.

"Artinya, Presiden boleh berkampanye ketika posisinya adalah sebagai pasangan calon presiden dan bukan berkampanye untuk mempromosikan capres tertentu ataupun yang didukungnya," ucap Arief Hidayat.

"Oleh karena itu, apabila presiden/wakil presiden turut mengkampanyekan calon yang didukungnya maka tindakan itu telah mencederai prinsip moral dan etika berkehidupan berbangsa dan bernegara," katanya menambahkan.

Presiden dan Anak Buah Tak Netral

Arief Hidayat pun turut menyinggung bagaimana pemilu 2024 terjadi hiruk-pikuk dan kegaduhan yang disebabkan oleh Presiden dan aparaturnya bersikap tidak netral bahkan mendukung calon tertentu.

"Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan," katanya.

Sederet penjelasan inilah yang membuat Arief Hidayat yakin, MK sepatutnya tidak boleh mengadili dan memutus secara formal. Melainkan, harus progresif ketika melihat pelanggaran asas pemilu.

Baginya, Mahkamah semestinya memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon sebagian dan memerintahkan dilakukan pemungutan suara ulang di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara.

** (Eka Alisa Putri/Pikiran Rakyat)

Editor: Dian Toro

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah