Benarkah Semua Siswa Wajib Naik Kelas di Kurikulum Merdeka? Ini Panduan Pembelajaran PAUD, SD, SMP, SMA/SMK/MA

- 27 Juni 2024, 07:44 WIB
Ilustrasi - Simak Tuntas Panduan Pembelajaran dan Asesmen Jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK/MA
Ilustrasi - Simak Tuntas Panduan Pembelajaran dan Asesmen Jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK/MA /CDC/pexels.com/@cdc-library

INDOTRENDS.IDBenarkah Semua Siswa Wajib Naik Kelas di Kurikulum Merdeka? Ini Panduan Pembelajaran PAUD, SD, SMP, SMA/SMK/MA 

Ilustrasi berikut diharapkan dapat menjelaskan bagaimana proses belajar dalam suatu fase dan lintas fase dapat berjalan seiring dengan kenaikan kelas

 

Ilustrasi 1: Kenaikan Kelas antara Dua Fase yang Berbeda

Contoh lain adalah kenaikan kelas dari Kelas IV (Fase B) ke Kelas V (Fase C). Jika ada siswa yang belum mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam Fase B, guru Kelas V harus mengidentifikasi hal ini sejak awal tahun ajaran.

Informasi mengenai capaian siswa ini perlu dikomunikasikan oleh guru Kelas IV dan diidentifikasi melalui asesmen awal di Kelas V. Untuk siswa yang belum menuntaskan Fase B, pendidik dapat mengulang konsep atau materi yang belum dikuasai sebelum siswa tersebut mempelajari materi di Fase C. Dengan demikian, siswa dapat terus naik kelas.

Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa dalam Kurikulum Merdeka, satuan pendidikan tidak perlu menetapkan kriteria atau mekanisme khusus untuk kenaikan kelas.

Kenaikan kelas dilakukan secara otomatis (automatic promotion). Pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip mastery learning yang cocok untuk pembelajaran berdiferensiasi atau sesuai dengan tahap capaian siswa (teaching at the right level).

Setiap siswa mempelajari tujuan pembelajaran yang sama dalam setiap pertemuan, namun bagi Siswa yang belum mencapai kriteria pencapaian tujuan pembelajaran, mereka akan mendapatkan perlakuan khusus untuk membantu mereka mencapainya.

Tindakan untuk siswa yang berisiko tidak naik kelas seharusnya tidak ditunda hingga tahun ajaran berikutnya, melainkan harus diberikan segera.

Jika ada tujuan pembelajaran tertentu yang belum tercapai pada saat kenaikan kelas, nilai aktual dari capaian siswa tersebut akan dicatat dalam rapor, dengan penjelasan bahwa siswa masih memiliki tujuan pembelajaran yang perlu ditindaklanjuti di kelas berikutnya.

Ilustrasi 2: Kenaikan Kelas dalam Fase yang Sama

Pendidik bekerja sama untuk menyusun alur tujuan pembelajaran dalam satu fase. Sebagai contoh, guru Kelas III berkolaborasi dengan guru Kelas IV untuk menyepakati tujuan pembelajaran yang perlu dicapai di masing-masing kelas.

Jika seorang siswa tidak mencapai tujuan pembelajaran tertentu di Kelas III, guru Kelas III akan menginformasikan hal tersebut kepada guru Kelas IV. Guru Kelas IV kemudian menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan siswa tersebut.

Di awal tahun ajaran, guru juga dianjurkan melakukan asesmen untuk mengidentifikasi kesiapan siswa, sehingga siswa dapat terus naik kelas tanpa harus tinggal di Kelas III.

Tentang Siswa Tidak Naik Kelas

Proses penentuan siswa yang tidak naik kelas melibatkan musyawarah dan pertimbangan yang matang, sehingga opsi tidak naik kelas hanya menjadi pilihan terakhir setelah semua pertimbangan dan tindakan telah dilakukan.

Berdasarkan banyak penelitian, tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan bagi siswa dan bahkan dapat memiliki dampak buruk terhadap mereka.

Dalam berbagai negara, kebijakan tinggal kelas tidak empiris meningkatkan prestasi akademik siswa, terutama mereka yang menghadapi kesulitan belajar.

Data dari survei PISA 2018 menunjukkan bahwa skor capaian kognitif siswa yang pernah tinggal kelas secara statistik lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah tinggal kelas (OECD, 2021).

Hal ini mengindikasikan bahwa mengulang pelajaran yang sama selama satu tahun tidak secara signifikan meningkatkan kemampuan akademik siswa, tetapi malah dapat membuatnya tetap lebih rendah dibandingkan dengan teman-temannya.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan belajar yang berbeda, bantuan belajar intensif, dan waktu pembelajaran yang lebih panjang, bukan sekadar mengulang seluruh pelajaran.

Dalam kasus yang luar biasa di mana siswa belum mencapai banyak tujuan pembelajaran atau erdapat masalah terkait sikap dan karakter, satuan pendidikan dapat mempertimbangkan untuk tidak mempromosikan siswa ke kelas berikutnya.

Namun, keputusan ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena potensi dampaknya terhadap kondisi psikologis siswa.

Selain itu, tinggal kelas juga memberatkan secara ekonomi, terutama bagi siswa dari keluarga menengah ke bawah. Hasil tes PISA 2018 menunjukkan bahwa biaya mengulang satu tahun belajar dapat meningkatkan risiko putus sekolah bagi siswa-siswa ini.

Dengan demikian, kebijakan tidak naik kelas dianggap tidak efisien karena memaksa siswa untuk mengulang seluruh mata pelajaran selama satu tahun penuh, meskipun itu mungkin bucan Kebutuhan belajar mereka.

Oleh karena itu, penting untuk mencari alternatif solusi yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kesejahteraan siswa.

Solusi Siswa Tidak Naik Kelas, Ini Alternatifnya 

Berikut ini adalah beberapa contoh isu yang sering menjadi faktor dalam keputusan untuk tidak mempromosikan siswa ke kelas berikutnya, beserta alternatif solusi yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kesejahteraan (well-being) peserta didik.

  • Contoh isu: Peserta didik mempunyai tujuan pembelajaran yang belum tuntas (ada tujuan-tujuan pembelajaran yang hasilnya belum memenuhi pencapaian minimum).

Pertimbangan yang bisa diambil sekolah: Dapat dipertimbangkan naik di kelas berikutnya dengan pendampingan tambahan untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran yang belum tercapai/tuntas.

  • Contoh isu: Peserta Didik mempunyai masalah absen/ketidakhadiran yang banyak (Banyaknya jumlah ketidakhadiran disepakati oleh Satuan Pendidikan).

Pertimbangan yang bisa diambil sekolah: Dapat dipertimbangkan dengan mengetahui alasan ketidakhadiran. Jika peserta didik tidak hadir karena kondisi keluarga (misalnya siswa yang membantu orang tua bekerja karena alasan ekonomi) atau masalah kesehatan peserta didik, maka dapat dipertimbangkan naik dengan catatan khusus.

Jika alasan ketidakhadiran karena malas, meskipun kecil kemungkinannya untuk naik Kelas; peserta didik tetap dapat dipertimbangkan naik dengan catatan di rapor bagian sikap yang perlu Ditindaklanjuti di kelas berikutnya. Misalnya, permasalahan ketidakhadiran harus diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun dengan cara konseling atau treatment perilaku lainnya.

Khusus permasalahan ketidakhadiran, wali kelas harus dapat mendeteksi permasalahan ini sedini mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan jumlah ketidakhadiran dari peserta didik di akhir semester.

  • Contoh isu: Keterlambatan psikologis, perkembangan, dan/atau kognitif.

Pertimbangan yang bisa diambil sekolah: Bisa dipertimbangkan untuk naik kelas dengan catatan peserta didik perlu mendapat bimbingan dalam memahami pelajaran dan/atau mendapatkan Layanan konseling.

Dengan mengambil pendekatan yang memperhatikan kondisi dan kebutuhan individu setiap peserta didik, sekolah dapat menjamin bahwa keputusan tentang kenaikan kelas atau tidaknya didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap situasi dan potensi siswa untuk mencapai kesuksesan akademik serta kesejahteraan mereka secara menyeluruh.

Naik kelas bukan hak, tapi sebuah proses belajar, menggali filosofi di balik kebijakan kenaikan kelas kurikulum Merdeka.

Isi pedoman panduan Pembelajaran dan Asesmen PAUD, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah BSKAP Kemendikbudristek 2022 dapat diunduh di link https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/06/Panduan-Pembelajarn-dan-Asesmen.pdf.

***

Editor: Dian Toro


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah