WASPADA! Anak-anak Bisa Terpapar Radikalisme & Kekerasan Seksual di Internet, Berisiko Stres Hingga Bunuh Diri

11 Februari 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi korban Cyber Bullying yang bisa memicu untuk melakukan bunuh diri. /Dok. Mothersip.sg

INDOTRENDS.ID - Tak disadari orangtua! Anak-anak berisiko terpapar radikalisme dan kekerasan seksual di dunia maya, berisiko stres hingga bunuh diri.

Dalam masa pandemi ini, kehadiran internet telah memberikan banyak manfaat, khususnya untuk mempertahankan proses pembelajaran meski dalam jarak jauh. 

Negatifnya, internet pun berpotensi untuk menampilkan kekerasan non-fisik yang bisa dikonsumsi oleh anak.

Ciput Eka Purwianti selaku Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA RI), merinci tiga potensi bagi anak mengalami kekerasan selama menggunakan internet.

"Pertama, mereka rentan untuk mengalami kekerasan siber, ini bisa termasuk eksploitasi seksual daring," kata Ciput dalam sebuah pertemuan secara virtual.

"Terekspos pada tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, kemudian mereka juga bisa terkontaminasi dengan konten-konten radikalisme dan eksploitasi lainnya yang kita sudah banyak kasusnya," paparnya.

Potensi lainnya yaitu adiksi Siber. Bahkan terdapat beberapa kasus yang dilaporkan anak berusia di bawah 10 tahun telah kecanduan gawai, termasuk terhadap game online dan pornografi.

Dikutip IndoTrends.id dari PikiranRakyat-Tasikmalaya.com  yang melansir ANTARA, potensi lainnya dengan kejadian yang tidak sedikit dan tanpa disadari ialah perundungan siber.

Mayoritas anak mengalami perundungan siber di dunia maya oleh teman sebaya, namun sebagian lain di antaranya juga oleh orang dewasa.

Catatan kekerasan yang menimpa anak-anak di internet, menurut Yayasan Plan International Indonesia tahun 2020, memperlihatkan bahwa ancaman terbesarnya ialah kekerasan seksual.

"96 persen dari responden mengatakan mereka mengalami ancaman kekerasan seksual," ujarnya.

“Terbesar berikutnya ada pelecehan seksual, atau pelecehannya lainnya, melalui komentar atau pun pesan yang diterima oleh anak-anak," ungkap Ciput.

Kekerasan lainnya di internet yaitu pengintaian oleh orang asing atau orang dewasa, yang biasanya adalah predator.

Selanjutnya ialah penghinaan fisik, ucapan-ucapan rasisme, pelecehan seksual, ancaman kekerasan fisik, serta dipermalukan.

Berdasarkan penelusuran pada bulan April 2020, terdapat sekira 30 persen atau 112 anak yang mengatakan bahwa mereka menerima kiriman pesan teks yang tidak senonoh.

Ilustrasi anak menggunakan internet. /Pixabay/NadineDoerle

"Jadi pornografi itu tidak hanya berupa video atau gambar tapi juga termasuk teks," imbuhnya.

Selain itu ialah kiriman gambar atau video yang mengandung unsur pornografi.

"Ini sebuah alarm, pengingat bagi kita semua, orang tua khususnya. Untuk meningkatkan bahwa bagaimana menjaga kedekatan relasi dengan anak yang semakin dia meningkat usianya tentu tantangannya semakin berbeda," kata Ciput.

"Yang sangat penting dan utama adalah pastikan orang tua mendampingi saat anak-anak berselancar di internet dengan gawai mereka," terang Ciput.

Anak tak boleh dibiarkan sendirian saat mereka mengakses platform online. Baik platform edukasi, platform entertainment, ataupun berita.***

Editor: Dian Toro

Tags

Terkini

Terpopuler