Pelaku korupsi, akan malu ketika diberitakan di radio, televisi, koran-koran dan sebagainya. Menutup wajahnya ditempat umum, mengasingkan diri, bahkan sampai stress dan gila menghadapi hukuman sosial yang diterimanya.
Belakangan ini berita kepala daerah atau pejabat korupsi mewarnai hari-hari pemberitaan hampir semua media masa baik media cetak, media televisi dan tentu saja media sosial.
Saking banyaknya kejadian dan pemberitaan sampai-sampai para konsumen berita cuek, malas baca beritanya dan apatis mendengar berita seperti itu, kecuali peristiwanya termasuk kategori extra ordinary corruptions atau mega skandal.
Pelaku korupsi atau koruptor senyum-senyum didepan kamera, bahkan melambai-lambaikan tangan (entah kepada siapa) bak pahlawan atau merasa sedang shooting sinetron ikatan cinta.
Dengan berjalannya waktu nampaknya terjadi pendangkalan makna dan nilai rasa atas perbuatan korupsi beserta pelakunya.
Terlebih lagi konotasi korupsi nampaknya sengaja atau tidak telah ada upaya pelunakan makna yang dilakukan oleh kekuasaan melalui alat kerjanya.
Untuk memahami pergeseran rasa itu, mau tidak mau kita karus membuka kembali Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai rujukan pemaknaan kata.