Acara ini ditandai dengan pemasangan Bleketepe, memasang anyaman janur pada tritisan (ujung genting rumah). Bleketepe berasal dari kata Bale Ketapi, tempat persemayaman dewa-dewi yang akan datang untuk mempercantik para pengantin.
Pemasangan bleketepe pada bagian depan gerbang rumah atau sekitar tempat hajatan menandakan bahwa keluarga siap memulai rangkaian hajat mantu.
Karena bleketepe dipasang oleh ayah dari mempelai wanita, pemasangan bleketepe dilakukan di kediaman calon mempelai wanita. Namun ternyata pemasangan Bleketepe juga berlaku di kediaman calon mempelai pria.
Daun kelapa yang dipakai harus yang masih berwarna hijau muda, kemudian dianyam dengan besar rata-rata 50 cm x 200 cm.
Kalau biasanya janur kuning melengkung dipasang di sekitar tempat acara pernikahan, bleketepe bersifat lebih personal karena dipasang di kediaman mempelai wanita dan merupakan ciri khas adat Jawa
2. Siraman
Siraman berasal dari kata "Siram" yang artinya Mandi. Siraman adalah prosesi memandikan calon pengantin oleh para orangtua dan kerabat dari pengantin. Melepas sang Pengantin menjadi sosok pribadi yang sudah dewasa.
Prosesi siraman merupakan tahap pembersihan bagi kedua calon pengantin sebelum Midodareni dan hari sakral pernikahan.