Indonesia dan Malaysia Adu Gengsi Belanja Pesawat Tempur, Tapi Malaysia Menyesal Beli ini ke Amerika, Mengapa?

- 11 Maret 2022, 14:31 WIB
Gambar ilustrasi, pesawat tempur F-18 milik AS yang dibeli Malaysia
Gambar ilustrasi, pesawat tempur F-18 milik AS yang dibeli Malaysia /Kendalku/Pixabay

INDOTRENDS.ID - Indonesia dan Malaysia belakangan ini seolah bersaing adu gengsi belanja pesawat tempur dari berbagai negara, khususnya Rusia dan Amerika. 

Tapi khusus untuk Malaysia, ternyata ada penyesalan mendalam ketika membeli jet tempur dari Amerika. Mengapa? 

Penyesalan itu adalah ketika membeli F-18 TUDM yang disebut sebagai blunder fatal yang dilakukan Malaysia. Karena F-18 Malaysia tidak diberi source code oleh Amerika sehingga tak bisa digunakan untuk berperang. 

Penyesalan itu pernah diungkap mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad pada Mei 2020 lalu.

"Kami tidak dapat memprogram pesawat untuk serangan apa pun terhadap negara lain tanpa mendapatkan pemrograman yang dilakukan oleh orang Amerika," katanya.

pada dasarnya Indonesia dan Malaysia mempunyai satu kesamaan, yakni doyan beli jet tempur dari berbagai negara.

Indonesia beli Su-27, 30, F-16, Rafale hingga Hawk, pun begitu dengan Malaysia.

Seakan mengikuti langkah Indonesia, Malaysia juga mencampuradukkan jet tempur lansiran berbagai negara macam F-18, MiG-29, Su-30 hingga Hawk.

Pembelian jet tempur dari berbagai negara inilah yang membuat Indonesia dan Malaysia bingung merawat alutsistanya.

Ada istilah Logistic Nightmare dimana negara kesulitan memenuhi suku cadang hingga merawat pesawat lantaran terlalu banyak jenisnya.

Karena pembelian beragam jet tempur inilah Malaysia dicap aneh oleh Forbes.

"Ketika B-52 Angkatan Udara AS berkunjung ke Malaysia beberapa hari yang lalu, salah satu angkatan udara paling aneh di dunia menerbangkan beberapa pesawat tempurnya untuk menyambut pembom yang lamban itu.

Jet tempur dari setidaknya tiga dari empat skuadron angkatan udara Malaysia terbang bersama. Mereka ialah dua Hawk 208, tiga Su-30 dan dua F/A-18D.

Melihat Hawk 208, Su-30 Rusia, dan F-18 Amerika setidaknya aneh. Sebagian besar angkatan udara mencoba meminimalkan jumlah jenis pesawat tempur yang berbeda dalam pelayanan untuk menekan biaya pemeliharaan dan pelatihan," tulis Forbes.

Karena dikatai aneh inilah media Malaysia Defence Security Asia membalasnya.

Mereka membandingkan diri dengan Indonesia dan India.

"India dan Indonesia membuktikan bahwa TUDM (Tentara Udara Diraja Malaysia) bukanlah angkatan udara aneh di dunia seperti yang diklaim oleh penulis majalah Forbes, hanya karena menggabungkan pesawat tempur dari Rusia dan Amerika Serikat serta negara-negara Barat.

Keberuntungan memiliki jet tempur dari dua blok kekuatan yang berbeda telah memungkinkan mereka untuk menguasai dua jenis teknologi yang berbeda, yaitu teknologi Rusia dan teknologi AS dan Barat.

Salah satu biaya yang harus ditanggung negara yang memilih rute berliku dengan menggabungkan pesawat tempur dari berbagai negara adalah logistik dan perawatan pesawat yang memusingkan," jelas Defence Security Asia.

Apa yang dikatakan Defence Security Asia ada benarnya namun juga ada salahnya.

Jet tempur Rafale kursi tandem
Jet tempur Rafale kursi tandem /dassault.aviation.com

Apalagi pembelian F-18 TUDM merupakan blunder fatal yang dilakukan Malaysia.

Karena F-18 Malaysia tidak diberi source code oleh AS sehingga tak bisa digunakan untuk berperang.

Hal itu diungkapkan sendiri oleh mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad pada Mei 2020 lalu.

"Kami tidak dapat memprogram pesawat untuk serangan apa pun terhadap negara lain tanpa mendapatkan pemrograman yang dilakukan oleh orang Amerika.

Jadi meskipun pesawatnya sangat bagus, dari segi performa mesinnya sangat bertenaga, tapi kami tidak bisa memprogram pesawat itu sendiri," ujar Mahathir dikutip IndoTrends.Id dari Zona Jakarta pada artikel berjudul Peringatan China Benar, Indonesia Waspada Sebab Sistem Pertahanan Malaysia Dikendalikan AS Usai Beli F-18 yang melansir dari Military Watch Magazine.

Karena itulah Malaysia menyesal membeli F-18 buatan AS.

"Anda harus merujuk ke Amerika Serikat untuk menempatkan program untuk setiap serangan di negara-negara asing misalnya.

Jadi pesawat kami mahal. Kami memiliki mereka. Namun kita (cuma) bisa menerbangkannya di pertunjukan udara (saja).

Itulah pengalaman Malaysia. Tapi saya curiga negara lain juga tidak mendapatkan sorce code-nya pesawat (buatan AS) sebenarnya bukan senjata yang bisa Anda kendalikan. Kontrolnya ada pada Amerika," jelas Mahathir.

Lantas bagaimana nasib Indonesia yang hendak membeli F-15 Eagle II dari AS?

China jauh-jauh hari sudah memperingatkan Indonesia bahwa cara AS mengendalikan sistem pertahanan negara lain persis apa yang terjadi dengan Malaysia.

"Indonesia pernah berminat membeli jet tempur Su-35 buatan Rusia, dan kedua negara juga telah banyak melakukan konsultasi terkait proyek pengadaan tersebut.

Su-35, sebagai peralatan tentara Rusia yang kedua setelah Su-57, dianggap sebagai pesawat generasi ketiga teratas, menjadi kekuatan militer yang besar untuk memiliki 11 Su-35 di negara-negara Asia Tenggara.

Dan harga yang diberikan oleh Rusia, harga satuan pesawat ini kurang dari 100 juta dolar AS, yang sudah sangat menguntungkan.

Jet tempur siluman yang diakuisisi sejumlah negara membuat media Malaysia khawatir
Jet tempur siluman yang diakuisisi sejumlah negara membuat media Malaysia khawatir /Defence Security Asia

Selain itu, Rusia dan Indonesia juga telah mencapai kesepakatan untuk mengganti sebagian dana tersebut dengan produk pertanian seperti kopi yang lebih terjangkau bagi Indonesia," jelas media asal China, sohu.com pada 24 Desember 2021 lalu.

Ketika Su-35 berhasil dijegal AS, maka Washington akan menawari F-15 Eagle II ke Indonesia.

Kepepet tak ada pilihan, Indonesia nampaknya setuju saja membeli F-15 Eagle II.

"Kini, Amerika Serikat telah menghentikan transaksi jet tempur antara Indonesia dan Rusia.

AS mengklaim bahwa Indonesia, meskipun belum mengakuinya, telah meninggalkan pembelian jet tempur Rusia, mungkin karena takut langkah itu akan mengarah pada sanksi AS.

Salah satu cara Amerika Serikat mengendalikan sekutu atau mitranya adalah dengan menjual senjata kepada mereka dan membantu mereka membangun sistem pertahanan (dengan) perlatan buatan Amerika," jelas sohu.com.

Apa yang dikatakan China ini terbukti benar di Malaysia dan berpotensi menimpa Indonesia bila Jakarta tak mendapat source code F-15 Eagle II.

*** (Beryl Santoso/Zona Jakarta)

Editor: Dian Toro

Sumber: Zona Jakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x