10 Puisi 17 Agustus Karya Gus Mus, Asrul Sani, Toto Sudarto, Taufiq Ismail, Kuntowijoyo, Cocok Buat Tirakatan!

- 10 Agustus 2022, 23:13 WIB
Ilustrasi - 10 puisi 17 Agustus karya Gus Mus, Sapardi Joko Damono, Asrul Sani, Toto Sudarto Bachtiar, Taufiq Ismail, Kuntowijoyo, cocok buat Tirakatan
Ilustrasi - 10 puisi 17 Agustus karya Gus Mus, Sapardi Joko Damono, Asrul Sani, Toto Sudarto Bachtiar, Taufiq Ismail, Kuntowijoyo, cocok buat Tirakatan /Portal Bandung Timur/heriyanto/

Mari sambut HUT Kemerdekaan RI ke-77 dengan lomba membaca puisi tema perjuangan dan pahlawan
Mari sambut HUT Kemerdekaan RI ke-77 dengan lomba membaca puisi tema perjuangan dan pahlawan Pixabay.com/Carola68

6. Atas Kemerdekaan
(Karya: Sapardi Djoko Damono)

kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

7. Musium Perjuangan
(Karya: Kuntowijoyo)

Susunan batu yang bulat bentuknya
berdiri kukuh menjaga senapan tua
peluru menggeletak di atas meja
menanti putusan pengunjungnya.
Aku tahu sudah, di dalamnya
tersimpan darah dan air mata kekasih
Aku tahu sudah, di bawahnya
terkubur kenangan dan impian
Aku tahu sudah, suatu kali
ibu-ibu direnggut cintanya
dan tak pernah kembali
Bukalah tutupnya
senapan akan kembali berbunyi
meneriakkan semboyan
Merdeka atau Mati.
Ingatlah, sesudah sebuah perang
selalu pertempuran yang baru
melawan dirimu.

8. Pahlawan
(Karya: Mustofa Bisri atau Gus Mus)
Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.

9. Di Taman Pahlawan
(Karya : A. Mustofa Bisri atau Gus Mus)

Di taman pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-
bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat
perjuangan dan pembelaan kepada yang
ditinggalkan
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini
sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan ?
banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan
dengan perasan malu dan sungkan
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka
kemari karena menyangka mereka juga pejuang-
pejuang pemberani. Lalu menyesali diri mereka sendiri yang dulu
terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah
berani tanpa mengindahkan nurani.
(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka
lebih tertekan)

Apakah ini yang namanya siksa kubur ?
tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur
Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini
akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.

Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,
yang betul-betul pahlawan atau yang keliru dianggap pahlawan,
begitu girang menunggu salvo ditembakkan dan genderang
penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan
wanita muda yang gagah perkasa itu

Halaman:

Editor: Dian Toro


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x